Senin, 16 Mei 2011

Keindahan Wisata Bahari Selayar Laris Terjual Ke Pelancong Via Internet


Keindahan wisata bahari kabupaten kepulauan selayar, memang terbilang lebih indah dari daerah lainnya di tanah air. Sebutlah jejeran pulau pulau karang di wilayah taman nasional Taka Bonerate Selayar.
Menjual keindahan nama kawasan nasional yang terlindungi ini, tidaklah begitu susah, pasalnya keindahannya memang di akui dunia. Belum lagi keindahan bawah laut yang merupakan salah satu taman laut indah di dunia.
Bagi orang luar selayar, sangatlah mudah bila ingin melihat dokumentasi keindahan tersebut, tinggal menggunakan kemajuan iptek melalui dunia maya, semua tergambarkan. Dan bila seseorang dengan sengaja mencari obyek tujuan wisata bahari dan mencarinya di internet maka Kawasan nasional takabonerate adalah obyek wisata yang sangat menggiurkan untuk di kunjungi.
Ini merupakan peluang usaha dibidang pariwisata, yang hingga saat ini belum terjamah secara maksimal, baik swasta maupun pemerintah. Melihat peluang ini, bagi orang selayar yang masih tergolong gaptek, memang hal ini bukanlah sebagai sebuah peluang untuk maju, sementara bagi pendatang yang telah mengenal iptek, sangat jelas akan menggunakan kesempatan emas ini.
Peluang yang bagus bagi seorang entertainer dengan competitor yang boleh di bilang tidak ada di selayar, membuat peluang ini semakin terbuka lebar. Memang tinjauannya adalah sebuah langkah nyata dalam mendukung roda gerak perekonomian dan memperkenalkan Selayar.
Kami tentu saja sangat mendukung siapapun yang bisa dan mampu berbuat untuk kemajuan daerah kami, setidaknya berbuat yang tidak melanggar hukum atau aturan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar. Mengenai  adanya dugaan praktek travel gelap, yang mendatangkan turis ke wilayah kepulauan selayar, tanpa izin pemerintah kabupaten kepulauan selayar.
Berdasarkan data dalam sebulan terakhir, ada pergerakan oknum yang telah menjual keindahan Selayar melalui internet dengan harga jutaan rupiah per seorang turis yang tertarik datang atas tawaran jasanya. Dalam batasan ini masih benar, karena sebagai pengganti jasanya mengantar dan memberikan service selama berwisata di wilayah kepulauan Selayar. Yang perlu diluruskan adalah, apakah oknum penerima bayaran jasa ini, telah memenuhi kewajibannya kepada kabupaten kepulauan selayar, atas keindahan daerah wisata yang telah dinikmati turisnya di wilayah Selayar ? Bilakah terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan bagi turis-turis yang didatangkan dan telah membayar jasanya, bukan menjadi tanggungjawab orang selayar ?
Malah sejumlah peralatan dan perlengkapan serta akomodasi selama di wilayah kepulauan yang menjadi obyek wisatanya, disinyalir kuat adalah aset negara dan pemerintah. Bila aset negara yang berdasarkan aturannya dapat dikomersilkan.
Kemungkinannya oknum ini tidak terjerat oleh pasal pidana penyalahgunaan jabatan dan wewenang. Masih untung bila tidak merugikan negara. Pemerintah Kabupaten Selayar, wajib turun melihat hal ini. Jangan keindahan Selayar di jual dan di nikmati orang luar selayar, sementara Selayar sendiri gigit jari.
Sejumlah pendapat juga tekad membenarkan ingin namanya dipublikasikan dengan alasan bertetangga dengan oknum dimaksud, membenarkan bahwa ada beberapa asset negara yang ada kawasan takabonerate telah digunakan untuk home stay termasuk sarana transportasi laut ke wilayah kawasan adalah aset negara, untuk menservice turis yang telah membayar jasa guide kepada seorang oknum yang bertugas di kawasan nasional Takabonerate. Nah, akankah hal ini hanya akan menjadi buah bibir di kantor urusan konservasi tersebut? ()

Cerita Tanim dan Alfredo di Resort Baloiyya, Selayar

Tanggal 14 Maret 2010, laut sedang teduh di beranda barat Kampung Baloiyya. Saat itu kami berada di satu resort yang dikelola oleh Mr. Bernhard, warga Jerman. Resort yang semakin berkembang. Setidaknya melihat bertambahnya jumlah cottagenya.
Saya beruntung dapat memasuki salah satu cottage menawan di selatan Selayar ini. Bersama Evi, Tandar, Ros, Harsani, Andre saya menyusuri sisi barat cottage yang eksotik ini. Ada satu pulau kecil di hadapannya. Di dekatnya (berhadapan) terdapat tiga rumah wisata yang terpisah menghadap ke barat. Di halaman cottage terdapat taman yang indah.
Di bangunan inti dalam, terdapat jejeran kursi antik, yang berbahan kayu dan bambu menghiasi ruang makan. Penataannya sangat apik dan berkelas. Lampu-lampu gantung dan ornamen bergelantungan. Di sebelah timurnya ada t-shirt shop atau merchandise wisata. Saat kami datang, Pak Bernhard tidak sedang di Baloiyya.
Bertemu Mustanim
Kami menuruni sisi utara bangunan restoran dan segera menuju “open area”, saya menyebutnya beranda Cottage Baloiyya. di sana terdapat meja ping pong, lantai kayu yang menyerupai panggung kecil lebih tinggi dari hamparan pasir putih di dekatnya. Juga ada ayunan tidur (hammock). Kesan pelaut tergambar dari dua kemudi yang menempel di bangunan tempat mereka menyimpan peralatan selam.
Di sebelah kanan, beberapa kru sedang istirahat. Mereka ada tiga orang sedang bersenda gurau. Ada juga tempat tidur berayun yang terikat di dua batang kelapa (hammock). Di panggung kami diterima Mustanim. Dia adalah dive master dan merupakan guide selam di resort ini.
Rupanya, Mustanim atau Tanim adalah sahabat senior saya di Kelautan Unhas yang juga master dive professional berlisensi B1, yakni Muchsin Situju. Kami disambut dengan sukacita. Kami peroleh keramahan dan cerita petualangan yang menakjubkan dari seorang profesional seperti Tanim.
Menurut Tanim, Resort Baloiyya, mempunyai dua dive spot utama yaitu Ngapaloka di pantai timur Selayar dan di sekitar cottage di sisi barat yang masih kaya biota.
Sebelum bekerja di resort ini, Tanim dulunya adalah karyawan di Popsa, Makassar. Dari sinilah dia mengenal olahraga selam. “Ada yang mengajari saya waktu itu, namanya pak Kurdi dan Jan” katanya. Setelah mulai akrab dengan olahraga air ini, dia kemudian menjadi dive guide di Kepulauan Wakatobi setelah diorbitkan oleh pak Jan.
“Saya hampir enam tahun di Wakatobi. Pada waktu antara tahun 1997-2005″ kata Tanim. Pemilik catatan selam 20.000 kali dan berlisensi A4 PADI ini merasa senang karena dapat kembali bekerja di Selayar, tanah kelahirannya. Tanim beristrikan pegawai pada Dinas Pariwisata, Selayar.
Sebelumnya, dia juga sempat membawa kapal wisata milik Andi Ilhamsyah Mattalatta. Kerap melakukan perjalanan dan penyelaman seperti di pulau wisata Kapoposang, Pangkep.
“Saya aslinya pulau Tambolongan” Katanya lagi. Tambolongan adalah pulau di sisi timur Selayar dekat Kayu Adi. Pekerjaannya di Popsa, membuatnya berkenalan dengan Pak Kurdi. Dari Pak Kurdi inilah dia memperoleh teknik-teknik penyelaman. Dia juga menyebutkan beberapa nama yang punya perhatian pada wisata bahari Makassar seperti, Pak Muhtar. Dia juga kenal Januar Jaury Dharwis, ketua POSSI Makassar.
Tentang kondisi pariwisata Selayar menurut Mustanim, mestinya bisa terus digenjot. Dari sisi ekologi, kondisi perairan, terumbu karang, dan daya tarik kelautan Selayar lebih patut berbangga karena lebih baik. “Hanya saja, manajemen wisata Wakatobi lebih maju dan jor-joran” Katanya menambahkan.
Tentang kondisi lokasi penyelaman di Selayar, menurut Tanim, pantai timur memiliki “wall” atau tebing yang indah dan menantang sementara pantai barat kaya vegetasi dan jenis ikan.
Bertemu Teman Sekampung Manny Pacquiao
Di resort Baloiyya, saya berkenalan juga dengan salah seorang kawan sekampung petinju juara dunia Manny Pacquiao. Namanya Alfredo Abillard. Alfred lahir dan besar di Kampung Osmenya, Cebu, Philipina Utara. “Saya biasa lihat Manny muda main bilyard” Katanya.
Alfredo sebelumnya adalah staf pada usaha wisata Pak Bernhard di Cebu selama beberapa tahun namun usaha itu tutup sejak memanasanya konflik antara pemerintah Philipina dan pemberontak Moro.
“Saya sudah 3 tahun di Baloiyya” Katanya dengan bahasa Indonesia yang fasih. Alfred dapat berbahasa Jerman, Spanyol, Inggris, Tagalog (bahasa ibu warga Philipina) bahkan kini telah berbahasa Selayar dengan para kru wisata resort ini.
“Saya senang kerja di Selayar karena aman” ucapnya. Alfred mempunyai satu kamar khusus di samping gudang resort, seperti tabung dan kompressor. Alfred sangat ramah dan punya selera humor yang bagus. Saat saya mengobrol dengannya, dia sedang rileks menikmati bir, lengannya yang atletis dihiasi tatto antik. Tatto khas anak pantai. “Lain kali datang lagi ya?” Katanya saat mengantar kami menuju exit gate sekaligus menutup obrolan berharga kami.

Berpetualang Ke Taman Laut Nasional Takabonerate


Taman Laut Nasional Taka Bonerate, merupakan atol terbesar ketiga di dunia setelah kepulauan Marshall dan Maladewa. Pengelolaannya sendiri, bernaung dibawah Departemen Kehutanan yakni, Balai Taman Nasional Takabonerate. Taman Laut Nasional Takabonerate juga turut dikelolah Pemkab Kepulauan Selayar.
Di lokasi ini, pengunjung akan menemukan hal yang sangat berbeda dari Taman Nasional Laut  Kepulauan Seribu, Bunaken, dan Wakatobi. Untuk menikmati kesempurnaan petualangan pengungjung harus siap basah. Tak perlu piawai dan bersertifikat selam, karena dengan snorkeling saja pengunjung akan bisa langsung menikmati surga bawah laut Taman Laut Nasional Takabonerare.

Pariwisata Selayar Diseminarkan

Dinas Pariwisata Seni dan Kabudayaan (Disbudpar) Kabupaten Kepulauan Selayar, bekerjasama dengan Akademi Pariwisata (Akpar) Makassar, melakukan seminar sehari soal kepariwisataan Selayar.
Rombongan Akpar Makassar dipimpin langsung Pembantu Direktur II, Dr Komang Maha Wira, di dampingi Heri Rahmat Wijaya S Sos M Par, Sainuddin SH MM, Syamsu Rijal S Sos, MPd.
Seminar awal tersebut dalam rangka penyusunan Revisi Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Kepulauan Selayar Selayar, sekaligus sebagai inventarisasi Pariwisata Selayar yang akhirnya akan menuju kepada kesejahteraan masyarakat Selayar, demikian kata Ir Ma’ruf Tato, Kepala Dinas Pariwisata Seni dan Kebudayaan.
Pembantu Direktur II Akpar, Dr Komang Maha Wira, mengatakan bahwa kalau dilihat secara distanasi Kabupaten Kepulauan Selayar, pada tahun 2005 Taman Nasional Taka Bonerate, sudah masuk kawasan pengelolaan, hanya yang perlu dipertegas jangan sampai fenomena yang ada di Kepulauan Selayar ini, sama dengan fenomena yang ada di Indonesia.

Rabu, 04 Mei 2011

Gantarang Lalang Bata, Jejak Pertama Datuk Ri Bandang di Pulau Selayar

Enam tahun lalu saat tinggal di Kota Benteng, Selayar, saya tidak pernah berpikir atau diberitahu sekalipun bahwa Gantarang Lalang Bata, adalah kampung pertama yang dijejaki oleh Datuk Ri Bandang. Penganjur Islam yang disebut sebagai orang pertama yang membawa ajaran Muhammad SAW ke jazirah selatan Sulawesi.
Saat itu yang saya tahu bahwa Gantarang Lalang Bata, satu daerah di ketinggian sebelah timur Selayar yang sarat oleh cerita mitos. Ke sananya pun harus berjalan kaki dan mendaki tebing berbatu kapur. Orang-orang yang ke sana, dianjurkan untuk “membenturkan kepalanya” dengan perlahan sebagai pertanda keselamatan. Saat itu, Gantarang Lalang Bata adalah satu kampung kecil yang masih terisolir.Untuk ke sana kita mesti mendaki tangga batu yang di kelilingi tebing rimbun.
Minggu lalu, adalah kedatangan ketiga saya selama setahun terakhir di Selayar setelah meninggalkan daerah ini tahun 2003. Secara kebetulan, saat itu kami mengadakan praktek lapang di Kampung Cini Mabela, Desa Parak. Utara Kota Benteng. Saat peserta sedang berpraktek melakukan observasi desa, saya mengajak pak Haji Ashar, Ruslan, Linda, Mastan untuk menyusuri perbukitan belahan timur.
Tidak terlintas bahwa daerah yang kami tuju adalah juga bagian dari wilayah Gantarang Lalang Bata (GLB), Desa Bontomarannu, Kecamatan Bontomarannu. Di pikiran saya, saat mobil sampai ke ujung jalan utama kami akan berada di puncak Selayar, puncak tertinggi. Tapi tidak, setelah berhenti sejenak di satu kampung, kami mendengar bahwa jika kami berbelok ke kanan maka di situ adalah titik menuju Gantarang Lalang Bata yang terkenal itu.
Setelah berdiskusi dengan kawan akhirnya kami putuskan ke GLB. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 waktu Selayar saat kami mulai melintasi jalan berliku dan curam. Tepatnya, pagi menjelang siang di hari jumat di bulan Desember 2009. Kita masih punya waktu satu jam untuk menengok kampung GLB.
Kami melewati jalan kecil walau sudah di aspal rapi. Di kiri jalan terdapat sungai kecil yang airnya tenang. Saat melewati beberapa meter dari belokan kanan jalan kami mulai mendapat jalan yang masih baru. Jalan beton. Di kiri kanan terlihat jurang. Masih terdapat molen campuran pasir semen. Konon beberapa waktu lalu terdapat satu mobil eskavator yang terjungkal ke jurang.
Di kiri, dari kejauhan terlihat teluk kecil, perairan yang terlihat tenang tergambar dari sela-sela pepohonan. Nampak juga beberapa batang pohon yang sepertinya baru saja dibabat, dibakar. Hitam dengan permukaan rata di sebelah kanan jalan. Mobil yang dikemudikan Pak Agus mesti bergerak cepat saat kami menikung di satu titik. Butiran kerikil dan pasir masih terlihat baru.
Akhirnya kami sampai di ujung jalan. Di sebelah kanan terdapat semacam tempat parkir. Di sana ada 10 motor bebek sedang diam. Motor ini adalah kendaraan warga yang diparkir di situ karena memang mereka tidak bisa membawa motornya ke kampung. Mobilpun kami parkir. Di kiri sekali lagi terlihat tebing curam.
Kami lalu mengikuti seorang warga yang sepertinya dari kota dan membawa barang bawaan menaiki tangga alam, menaiki tangga kapur alami yang dijejali akar-akar pohon dan semak-semakin melingkar. Ada sulur-sulur pohon bergelantungan. Pertanda masih alami.
Haji Ashar di depan, diikuti Linda lalu Mastan. Saya dan Ruslan masih terperangah menyaksikan pemandangan indah di kiri kanan kampung. Saya segera onkan kamera mendokumentasikan pemandangan di kiri kanan titik itu. Ruslan duduk mengaso sesekali mengisap segaretnya, terlihat lelah.
Hingga beberapa jenak, kamipun menyusul kawan-kawan. Setelah berjalan sejauh 30 meter kami melewati pekuburan tua. Nisan berwarna seragam dari batu alam. Ada beberapa kuburan yang sudah tidak utuh. Pada dua kuburan yang terlihat cukup besar kami saksikan seorang nenek tua berbaju biru muda lengan panjang. Wajahnya terlihat berpupur. Dia sedang duduk santai. Matanya menatap kami yang berjalan ketengah kampung. Ada dua area kuburan yang kami lewati sebelum sampai ke mesjid tua yang hendak kami tuju.
Kami melewati sekumpulan warga yang sedang kerja membangun panggung pesta keluarga. Kami tersenyum dan mereka juga menyambut dengan senyum. Kami terus ke timur dan sebelum sampai ke mesjid tua kami mendapati satu meriam tua teronggok di atas beberapa bongkahan batu karang tua. Mesjid yang kami tuju atapnya warna hijau tua seperti lazimnya model mesjid tua di tanah Jawa. Terdapat dua lapia atap yang kini terbuat dari seng itu.
Dindingnya terbuat dari batako, sepertinya hasil renovasi. Di kiri mesjid terdapat teras. Inilah mesjid pertama Mesjid Awaluddin,Gantarang. Di belakang mesjid terdapat ruangan luas, sepertinya bangunan tambahan. Di selatan terdapattempat wudhu. Bangunan inti mesjid yang berukuran kurang lebih 8×10 meter ini masih terkesan asli. Terdapat tujuh belas tiang penyangga. Empat diantaranya menyangga puncak mesjid yang berbentuk kubus. Kayu penyangganya terhubung dengan pasak kayu.
Di tengah terdapat satu kayu penyangga, lurus ke puncak kepala mesjid. Jika dihitung jumlah tiang termasuk tiang tengah adalah 17 batang. Ada yang bilang ini persis sama dengan jumlah rakaat shalat.
Setelah melihat sekitar mesjid, dan mengawati bagian dalam Haji Ashar menuju tempat wudhu. Beliau siap shalat sunnat. Setelahnya, saya juga melakukan hal sama, shalat sunnat mesjid. Lalu diikuti Mastan dan Ruslan. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.10 waktu Gantarang.
Terasa ada nuansa magis saat mengamati bagian dalam mesjid. Di dekat mimbar khatib terdapat dua kain warna putih, yang dibuat berpasangan selurus arah mimbar. Menurut cerita, ada kepercayaan atau semacam keyakinan bahwa saat ada pembacaan khutbah, “pengaruh” Rasulullah “menyesap” ke dalam alur dan proses khutbah itu.
Selain itu, tiang tengah mesjid yang menopang puncak atap mesjid ujungnya sudah terkelupas. Seperti ada yang sengaja mengelupasnya. “Ada yang percaya bahwa itu mengandung berkah” Kata seorang kawan.
Tidak cukup kami menghabiskan waktu di mesjid, kami lalu bergerak ke arah titip yang oleh warga setempat disebut sebagai “possi tana”. Tempatnya agak di ketinggian, di sana, yang dicirikan oleh batuan kapur tua, terdapat lubang kecil sedalam 20 meter yang di atasnya terdapat palang kayu. Inilah yang dipercaya sebagai pusat bumi.
Diantar pak Iskandar, imam Mesjid Awaluddin kami menuju satu kubu kuburan “kecil”. Panjang antara kedua nisan tidak sampai 50 meter. Inilah yang dipercaya sebagai kuburan Dato Ri Bandang itu. Sekilas tidak ada yang istimewa namun, terkesan bahwa kuburan ini dibiarkan begitu saja. Dibiarkan apa adanya. Tidak ada pagar atau sesuatu sebagai penanda. Di sampingnya terdapat pohon besar dan tua.
Juga tidak ada bukti-bukti tertulis atas segala fakta yang kami temui di tempat ini, di Gantarang. Jika membandingkan sejarah lontarak dan berbagai vesri yang menyebutkan bahwa tahun 1605 Masehi, adalah tahun pertama kalinya, Islam diterima secara resmi di Kerajaan Tallo Gowa. Itu setelah masuknya Raja Tallo I Sultan Abdullah Awwalul Islam dengan Raja Gowa XIV, I Mangarangi Dg Manrabbia Sultan Alauddin pada tanggal 22 September 1605 Masehi.
Versi warga Selayar terkhusus di Gantarang menyebutkan bahwa di Gantaranglah, kali pertama Abdul Makmur alias Datuk Ri Bandang asal Kota Minangkabau menjejakkan kaki. Saat dimana dua tahun kemudian, yakni tahun 1607, seluruh rakyat Tallo dan Gowa telah berhasil diislamkan.
Ada hal lain juga, bahwa masih tidak jelas hubungannya antara Dato Ri Tiro yang terkenal di Bulukumba dan Datuk Ri Bandang yang disebut berdiam di Gowa. Faktanya, terdapat beberapa kampung seperti Gantarang di Bulukumba dan Gantarang di Selayar.
“Konon, menurut cerita warga, setiap ada kampung bernama Gantarang, itu berarti pernah dilalui oleh Datuk Ri Bandang” Kata Ruslan, menirukan warga soal kisah Datuk Ri Bandang. Saya juga pernah dengar ada gosong pasir di Taman Nasional Taka Bonerate bernama Taka Gantarang. Sungguhkah itu? Juga di Bulukumba.
Namun demikian jika membaca sejarah versi H. Syaiful Arif, SH dkk dalam buku “Jelajah Pemerintahan & Pembangunan Selayar, Tumanurung – Akib Patta”, yang (kemudian saya ajak berbincang saat bertemu di Bandara Aroeppala hari jumat tanggal 4), Selayar menyebutkan bahwa tahun 1604 merupakan tahun tahun masuknya Agama Islam di Selayar yang dibawa oleh Datuk Ribandang yang pada masa itu ditandai dengan Islamnya Radja Gantarang Pangali Patta Radja, dan diberi nama oleh Datuk Ri Bandang “Sultan Alauddin” tahun 1605. Pastinya, banyak versi terhadap ketepatan akan 1605 sebagai tahun masuknya Islam ke Selayar. Persis sama dengan apa yang ditulis di Lontarak.
Menurut pak Syaiful juga, ada beberapa kawasan atau daerah yang bersekutu dan menjadi daerah utama siar islam yang menonjol belakangan dan dapat disingkat “Bontomatene”, yaitu Buki, Onto, Batang Mata, dan Tanete. Keempatnya merupakan wilayah yang menjadi pusat-pusat perkembangan wilayah termasuk syiar islam, yang meneruskan siar pertama di Gantarang Lalang Bata itu. Ini masih bersifat tafsir sejarah.
Saat kami berpikir pulang, ada beberapa kesan yang terbersik dari kunjungan ke Gantarang ini. Jika memang benar Dato Ri Bandang datang ke Gantarang, bisa jadi beliau datang dari arah timur. Dari titik di tengah kampung, menurut Imam Iskandar, terdapat dua jalur jalan setapak yang mengarah ke bukti dan tembus ke pantai.
Agak sulit membenarkan jika Dato datang menetap di Gantarang, Selayar dari barat karena di situ adalah jurang terjal, kalaupun membaca perkembangan kampung, terdapat tiga area kuburan yang terdapat “di belakang” kampung. Adalah tidak lazim jika jalur lalu lalang pada saat itu adalah pekuburan. Jalan yang kemudian menjadi jalan utama menghubungkan Gantarang Lalang Bata dengan ibu kota Kabupaten Selayar, Benteng. Wallahu a’lam bissawab.
Pukul 11.30 kami menuruni jalan setapak di Kampung Gantarang Lalang Bata, kami bergegas menuju Kampung Cini Mabela untuk melaksanakan shalat jumat berjamaah.

Ningsih, Darah Ayu Bumi Tanadoang

 














































Sejak keberadaanya, masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar dikenal religius dan sangat menjunjung tinggi adat-istiadat, norma, serta etika di dalam menjalani rutinitas kehidpan kesehariannya. Penggunaan jilbab di kalangan gadis Bumi Tanadoang merupakan salah satu indikatornya. Senyum tulus, kelembutan, yang disertai dengan keramah tamahan, menjadi ciri khas darah ayu Kabupaten Kepulauan Selayar dari masa ke masa. 

Liang Dusun Polong, Desa Bungaiya, Kecamatan Bontomate'ne

Melintasi areal Dusun Polong, Desa Bungaiya, Kecamatan Bontomate'ne, Kabupaten Kepulauan Selayar para petualang dan penjelajah alam akan disuguhi dengan pemandangan nyiur melambai di sepanjang bibir pantai menuju dermaga ferry Pamatata, di ujung utara ibukota Benteng.
Selain itu, para pengunjung juga dapat menguji adrenalling dengan menjelajahi Liang Polong yang tepat berada di lingkungan SD Tajuiya.